CATATAN HATI SANG DEWI

Selasa, 18 Maret 2014

PUN


pun pagi berselimut kabut
menghantar embun bergulir tamba bias mentari
jatuh sendiri ketanah rekah
dan kemudian sirna tampa makna
pun ketikaku melihat lukisan taman
dari jendela buram penuh sketsa uap
tak ada keindahan selain liukan sepoi menerpa setangkai kembang
tak ada tarian kupu kupu dan celoteh kumbang
sepi dan muram
pun ketika hati mulai mengingat
selintas kenang yang masih menjumawa di ingatan
terasa nyeri kala sedesir aliran mengerus nadi
entah kisah bermuara dimana
pun dalam diam
seujar doa terucap dalam pejam
'berbahagialah..semoga''

MELAYANG ANGAN DALAM LAMUM


pada akhirnya mencurah juga langitku dengan derainya
membasahi retakan pijak yang sudah mendebu dikaki
membasuh helai demi helai dedaunan
mengiramakan dendang di atap pembaringanku
hujan..iya hujan

sementara aku terdiam disudut ruang
menghitung sisa rintik yang merembes di pipi renta
taklah sama dengan hatiku
masih saja kerontang meranggas tampa guna
goresan demi goresan makin terasa sakit

Selasa, 04 Maret 2014

KU JEMUR SEGALA DUKA

Seperti juga aku
Masih seperti malam yang lalu
Membaca syair bersuluh kunangkunang
Angin dingin memaksaku berkalikali
Membunuh rindu
Bilamana matamu menetesi sukmaku
Maka bergegas menengok awan

Sebisabisanya kutengadahi langit
Adakah walau sebiji bintang ?

Syair membasah di jelagamalam
Untai demi untai kujemur di ayatayat zikir
Kujemur segala duka

SUNYI

malam ini tak ada puisi
karna hatiku lagi tak mau bersyair
nada nada hilang entah kemana
iramaku sumbang seiring tembang wanita setengah baya
yang teriisak di sudut malam

kini aku hanya mampu mereka ulang kisah
dari halamaan halaman buram yang termakan rayap
yang tersisa penggalan aksara yang kehilangan makna
sementara malam kian pekat kelam dan larut
dan kesunyian makin meraja

SEBELUM MALAM BERAKHIR

Musim telah berubah dan terus berubah
Tapi musim duka dihatiku masih saja tetap
Semusim masa terlewat siasia
Sewindu rindu terbengkalai di dalam mimpi
Terlupa tercampak dimana

Semilir angin yang berhembus menerpa ragaku
Hanya mampu meniup setetes airmata yang jatuh pelan
Kabut yang menutupi relung hatiku masih saja tebal
Tak tersibak sedikitpun

Kepadamu..
Aku menanyakan janji janji yang dulu terucap
Diantara tawa dan tangis bahagiaku
Kemana kau titipkan
Atau kelembah mana kau membuangnya
Aku ingin kau menjawabnya
Sebelum malam berakhir

SESAAT DESAH

selentik jemari meliuk memainkan aksara
merangkai kata kata dalam didalam bejana jiwa
melambungkan imaji dalam kisah asmaradhana
melayangkankan pandang di sekilas rupa

rinai merinai tangisan langit
mengumpul genang ditelapak tangan
meraup muka di cekungan tua
membiaskan bulir yang juga mengaliri netra

kisah berlanjut sealur nadi
membuncah pecah menyakitkan hati
selentik jemari meliuk memainkan aksara
membelai jiwa dalam dekapan lara

SESAAT

ku tulis aksara sebelum kelam makin menyambang
sebelum gigil merenggut selimut malamku
sebelum bulir menetes di sudut netra kalam pejam
sebelum angan melambung menyurutkan niat hati

bulan belumlah sempurna kini
namun awan hitam begitu keras kepala merangkul sendiri
diterang mana ku tuliskan aksara hati
bintangpun masihlah sembunyi tak membias diri

malam ini ku hanya sekedar merenda kisah
kembali menyulam hati yang tercabik cabik
walau dalam gelap ku yakin sanggup meraba
walau ku juga tau jarumnya akan menusuk

jika selepas dini ku sirna lagi
saat ku kembali nanti sudah tergenggam sekumtum nyaman dalam sunyi
seperti dulu ku di lembah sunyi